Mau Kuliah Berapa Lama?

Di awal tulisan ini gue mau menyampaikan ucapan selamat kepada teman-teman kimia angkatan 2012 yang sudah wisuda bulan Agustus kemarin. Sampai tulisan ini dibuat, baru 1/5 dari ± 50 mahasiswa angkatan 2012 yang sudah menyandang gelar S.Si nya. Sekali lagi, selamat untuk kalian yang gue yakin adalah orang-orang yang rajin dan tekun hingga bisa lulus tepat waktu *double thumbs*.

Sepekan setelah wisuda, kampus UIN Jakarta menyambut hangat wajah-wajah baru mahasiswa angkatan 2016. gue ucapkan selamat datang mahasiswa baru, semoga kalian menjalani kuliah yang katanya menyenangkan yah *lah emg gue siapa pake ngucapin segala? Haha*. Sejujurnya, tulisan ini didedikasikan untuk kalian lhoo my-lovely-underclassman (red: adek-adek kelas). Tulisan ini sengaja gue buat sebagai pelipur lara atau lebih tepatnya meluruskan hal-hal yang tidak menyenangkan yang biasa diterima oleh mahasiswa kelewat senior. Untuk itu, tulisan ini sangatlah subjektif dari sudut pandang gue.

Tepat 4 tahun lalu gue resmi menyandang status mahasiswa (baru) yang mulai belajar sains murni, tepatnya ilmu kimia. Waktu dulu sih bayangan gue tentang kuliah yang ideal adalah bisa lulus dalam waktu 4 tahun dengan IPK diatas 3,25. Gue rasa, semua mahasiswa baru pun menginginkan hal itu kan? Namun sayangnya, kenyataan sering kali tidak semanis gula sorbitol. Saat ini gue udah masuk semester 9, otomatis impian untuk kuliah 4 tahun tidak tercapai dong. Sedih? Engga! tapi kalau sedikit kecewa, iya, wkwk. Namun, hal yang menurut gue menyedihkan adalah asumsi yang berkembang yang menganggap bahwa kuliah lewat dari 4 tahun sebagai sesuatu yang sangat buruk dan memalukan, pokoknya harus dihindari. Belum lagi citra negatif yang menganggap si mahasiswa kelewat senior sebagai pribadi yang malas, tidak pintar (kalau tidak mau dibilang bodoh) yang membuatnya belum lulus juga. Padahal kan kalian tidak mau tahu hal sebenarnya yang menyebabkan mereka terlambat lulus. Karena ternyata, banyak sekali faktor  yang membuat mahasiswa kuliah lebih dari 8 semester dan menurut gue yang mereka lakukan itu jauh lebih keren dibanding mereka yang kuliah 4 tahun pas *sorry, no offense*.

Pertama kehidupan kampus itu dinamis. Ketika kalian masuk tahun ke 4 atau semester 7, kalian akan merasakan pengalaman kuliah yang sangat berbeda dengan 6 semester sebelumnya. Perkuliahan kelas yang akan kalian jalani semakin sedikit bahkan mungkin tidak perlu ikut kelas sama sekali karena SKS sudah mencukupi (penulis mengalami hal ini). Semester itu, kalian bisa memulai yang namanya penelitian untuk tugas akhir a.k.a skripsi. Yang ingin gue sampaikan adalah jika kalian penelitian lebih awal dibanding teman-teman seangkatan hal itu tidak menjamin kalian akan lulus duluan! Di jurusan gue sendiri (kimia), riset untuk tugas akhir minimal dilakukan selama 3 bulan, tapi kenyataannya kita menghabiskan lebih dari 3 bulan bahkan lebih dari 1 semester (beberapa bahkan sampai hitungan tahun lho) untuk menyelesaikan penelitian itu. Hal itu tergantung dari judul penelitian yang kita kerjakan, tentunya gue dan yang mahasiswa lainnya mengerjakan proyek penelitian yang berbeda-beda. Jadi, walaupun mulai penelitian barengan, belum tentu selesainya juga barengan. Nah kalau kalian ingin lulus cepat, pintar-pintar lah memilih judul penelitian dan pastinya banyak berharap serta berdoa agar penelitian yang kalian ambil bisa berjalan mulus. Karena kenyataannya, banyak sekali faktor eksternal yang berpotensi menghambat penelitian kalian seperti bahan tiba-tiba habis sehingga harus menunggu bahan baru, data kalian jelek sehingga harus diulang berulang kali, ditinggal pergi dosen keluar negeri. Tidak peduli kalian rajin, pinter, soleh-soleha, hal-hal seperti itu lah yang tidak bisa dihindari dan sangat berpotensi menimpa kita.

Ada-ada saja kejadian menarik yang dialami teman-teman gue terkait pengalamannya menjalani tahun ke 4 di bangku kuliah. Sebut saja dia Sukrosa, dia ini termasuk mahasiswa yang pintar dan siap penelitian di semester 7 tapi rupanya Sukrosa baru mulai penelitian di semester ke 8 karena judul yang diinginkannya baru bisa dikerjakan di awal tahun, otomatis jadwal penelitian Sukrosa mundur dong. Lain Sukrosa, lain pula Ytrium. Ytrium sudah memulai penelitiannya begitu menginjak semester 7, tapi takdir membawanya menembus semester 9 ketika teman penelitiannya yang lain sudah wisuda. Sama seperti Ytrium, Benzen memulai penelitiannya di semester 7, ketika penelitiannya sudah selesai dan siap untuk sidang, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa SKS nya belum mencukupi , beredar kabar bahwa dia harus mengambil mata kuliah kelas di semester 9 ini :(. Lain Ytrium, lain pula Theobromine, disaat teman-teman seangkatannya baru mulai semprop dan penelitan, Theobromine sudah selesai dengan penelitiannya tapi belum bisa semprop karena urusan akademis 😦 .

Pokoknya masih banyak deh kasus-kasus yang unik tentang balada mahasiswa penelitian, pikir lagi jika kamu masih berprasangka buruk terhadap mereka. Nanti juga ngerasain sendiri deh pas menginjak tahun ke 4, hehe.

Dear adik-adik tercinta yang suka memborbardir kakak kelasnya dengan pertanyaan “kak kapan semprop?”, “kak udah semhas?”, “itu temen kakak udah sidang, kakak kapan?” tolong lanjutin baca tulisan ini yah.

Selain karena riset yang waktunya tak terduga, ada hal lain yang menyebabkan mahasiswa menambah durasi semesternya dan itu bukan sesuatu yang buruk!

Namanya Ester, dia mahasiswa yang cerdas dan aktif. Di tahun ke 4 nya kuliah, dia mendapat amanah untuk memimpin salah satu organisasi kampus. Jabatan yang harus diembannya berdurasi 1 tahun, praktis dia harus menyelesaikan amanahnya telebih dahulu. Sama halnya dengan Ester, Boron dipercaya untuk memimpin suatu organisasi, hal ini yang membuatnya fokus mengurusi ‘rakyat’ ketimbang penelitiannya. Saat ini mereka sudah memasuki semester ke 9 nya. Gue sekali-dua kali pernah ngobrol dengan masing-masing mereka, disatu kesempatan gue pernah bilang bahwa yang mereka lakukan itu hebat, mereka mengabdikan diri pada organisasi dan walaupun mereka terlambat lulus tapi mereka akan memiliki bekal lebih untuk menjadi pemimpin di lingkungannya! Hal yang belum tentu dimiliki oleh mereka yang kuliah 4 tahun.

Sudah disebutkan di awal bahwa masuk semester 7 perkuliahan cenderung lengang sehingga bisa saja mahasiswa tidak langsung fokus ke tugas akhir melainkan menjalani kegiatan lainnya. Satu contoh, ada teman gue yang memutuskan untuk menikah sebelum memulai skripsi, katanya biar ada pasangan yang membantu menyemangatinya selama penulisan skripsi. Gimana, mantap ga tuh?

Belum lagi ada si Maleat, sampai saat ini dia belum buat proposal penelitian tapi sekarang sedang mengerjakan proyek buku yang ke-3 nya. Asli, keren coy udah mau bikin 3 buku. Gue aja ngerjain skripsi yang notabene nya sama dengan 1 buku, belum selesai nih.

Kemudian cukup banyak gue amati, mahasiswa yang saat masuk semester 7 meninggalkan sejenak tugas akhirnya dan fokus mengembangkan bisnisnya. Ini beneran hebat, mereka berani mengambil keputusan untuk merintis sebuah usaha yang tentu saja tidak mudah untuk dijalani, mereka ini nyata berkontribusi dalam peningkatan data stastistik wirausahawan di Indonesia. Bahkan ada diantara mereka yang sudah melanglang buana menyampaikan gagasan bisnis yang dijalaninya, menang berbagai kategori bisnis tingkat nasional dan internasional, mengharumkan nama  daerah dan almamaternya. Saat ini mereka berstatus mahasiswa bersemester 2 digit, masih mempermasalahkan status semesternya?

Yang lucu adalah saya pernah membaca status BBM seorang teman, namanya Riboflavin, dia ini mahasiswa akhir juga tapi sudah bekerja di suatu restoran cepat saji ternama, jabatan yang diembannya adalah manager. Karena kesibukannya itu dia belum sempat mengurus penelitian dan sekarang beberapa temannya sudah diwisuda. Yang menarik, dia pernah menulis begini, “ente sudah lulus kuliah tapi minta kerjaan sama ane yang belum lulus kuliah, situ waras?”. Membaca status itu saya tercengang karena status itu sangat menohok bagi mereka yang sudah lulus kuliah tapi masih kebingungan.

Beberapa kasus diatas menegaskan bahwa menjadi mahasiswa smt  9 atau lebih bukanlah sesuatu yang buruk. Mungkin saja mereka mampu menyelesaikan kuliah  4 tahunnya namun mereka memilih untuk melakukan hal-hal yang lebih berarti bagi mereka ketimbang hanya mengejar status kelulusan. Tidak dapat dipungkiri, hal ini kembali kepada masing-masing individu, they have their own preference. Selagi berstatus mahasiswa, mereka menjalani perkuliahan versi terbaik mereka.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menghakimi mereka yang kuliah tepat waktu. Tentu saja kuliah tepat waktu adalah sesuatu yang bagus dan membanggakan. Karena selepas kuliah, mereka bisa segera mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, mengejar cita-cita lain dan pastinya selangkah berada di depan mereka yang belum lulus. tulisan ini hanya ingin meluruskan persepsi buruk yang sering diterima oleh mahasiswa over semester. Intinya sih, tidak ada benar atau salah ketika kita dihadapkan pada kuliah 4 tahun atau lebih. Udah gitu aja, kalau dirasa tulisan ini engga cocok buat kalian yaa buat tulisan tandingan dong! Hahaha.

Oh iya, buat maba dan adik-adik kelas, “kalian mau kuliah berapa lama?” 🙂

11 pemikiran pada “Mau Kuliah Berapa Lama?

  1. Saya juga punya kak kating yg skrg udh smester 9 karena ikut pertukaran pelajar ke LN gitu deh. Salut deh bahwa bagi beliau ilmu memang harus ditimba sejauh apapun, pula perlu pengorbanan. Termasuk pula waktu kelulusan, hehe..tetep semangat kak buat nulis hal2 inspiratif ya

    Suka

  2. Terima kasih mr yaqin tulisan and sudah menyadarkan kami. Sebuah tamparan keras untuk presepsi adek kelas yang menganggap mereka yg sudah semester atas namun wisudanya belom jelas sebagai pemalas.

    Suka

  3. Semua mahasiswa yang telat lulus punya cerita masing-masing.
    Saya sendiri juga telat lulus, alasannya murni karena kurang rajin.
    Tapi kembali lagi, lulus tepat waktu atau telat pasti karena pengaruh banyak hal dimasa lalu dan pasti ada hikmat yang bisa diambil untuk dijadikan pegangan di masa depan.
    Saya sendiri jadi lebih mengenal diri sendiri. D

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Pura-pura ninja Batalkan balasan